Momentum Sumpah Pemuda: tinggalkan oligarki, rebut negeri sendiri

- 28 Oktober 2022, 08:34 WIB
Ilustrasi Momentum Sumpah Pemuda: tinggalkan oligarki, rebut negeri sendiri / freepik.com
Ilustrasi Momentum Sumpah Pemuda: tinggalkan oligarki, rebut negeri sendiri / freepik.com /rawpixel

GianyarBali.com - Tahun 2022 ini, Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda ke 94. Usia yang sudah sangat tua bagi mereka yang terlibat aktif dalam Sumpah Pemuda kala itu. Namun, konteks kepemudaan tak akan pernah luruh meskipun estafet usia muda selalu berpindah dan berganti orang.

Dengan perbedaan semangat muda yang relevan dengan kondisi riil – sesuai tahun berjalan. Dengan tema ‘bersatu membangun bangsa’ pemerintah punya harapan tinggi terhadap kaum muda Indonesia. Harapan ini bukan tanpa dasar sebab pemerintah menyadari bahwa kemampuan intelegensia tinggi, didukung oleh kekuatan teknologi yang berkembang pesat.

Satu contoh yang bisa disampaikan untuk meningkatkan kompetensi individu kaum muda adalah kemauan untuk kambali berkiprah di dunia pangan. Industri pangan menjadi sangat vital mengingat kebutuhan pangan menjadi hal yang sangat pokok bagi siapa pun, hingga kapan pun.

Untuk mewujudkannya, perlu ada kesadaran agar kaum muda bersedia kembali ke kebun atau sawah untuk mengolah lahan, mengelola, memasarkan, menjual, dan melakukan evaluasi. Hal ini perlu ditunjukkan pada kaum muda mengingat dari merekalah akan ada banyak ide tentang inovasi kuliner dengan bahan dasar yang bisa kita produksi di dalam negeri.

Baru ada lebih kurang 3% penduduk Indonesia yang mau memikirkan cara mengolah lahan pangan. Idealnya adalah sebesar 8 hingga 9 persen yang mau mengelola lahan kebun atau sawah. Jika ini bisa dipenuhi, besar kemungkinan bahwa kekuatan Indonesia sebagai negara berswasembada pangan akan segera terwujud kembali.

Sejalan dengan itu, pemikiran yang hany berkutat pada kekesalan penegakan hukum dan keruwetan  politik menjelang pemilu 2024, tak perlu menjadi penggerus konsentrasi kaum muda. Biarlah dua urusan itu menjadi kewenangan dan pekerjaan rumah mereka yang punya kewajiban. Kaum muda tak perlu risau, resah, atau kesal walaupun dalam beberapa bulan ke depan kaum muda akan menjadi target lumbung suara partai politik yang haus suara.

Ini sudah jadi hal yang sangat biasa, dan seyogianya kaum muda membiarkan hal ini. Konteks kalimat ini bukan lantas mengajak kaum muda untuk tidak berpolitik dan meninggalkan hak suara dalam pemilu nanti. Bukan itu maksudnya. Pernyataan ini lebih pada ajakan untuk tidak terlalu memikirkan, memedulikan, apalagi terlibat aktif dalam penanganan dua hal tadi. Lebih nyaman jadi penonton dulu, sesuai usia yang dimiliki oleh kaum muda. Perilah keputusan hukum dan politisnya, biarlah mereka yang masih dalam garisnya yang bekerja.

Andaikata ada di antara kaum muda yang kebetulan orang tuanya sedang bekerja di dua bidang tadi, bukan lantas kaum muda ini masuk dalam kategori kaum oligarki. Secara silsilah, kaum muda memang menjadi bagian keluarga. Namun, sikap hukum dan politik boleh saja berbeda demi menyuarakan kebenaran yang ada sesuai kualitas idealisme kaum muda.

Ungkapan inspirasi di tengah keluarga untuk menyampaikan masukan idealis, sah-sah saja dilakukan agar energi kaum muda tersalurkan dengan tetap mempertimbangkan aspek kesantunan pula. Dasar penyampaian aspirasi kaum muda tetap pada koridor yang relevan meskipun ada over lap idea, hal ini masih dalam konteks pemakluman. Kaum muda dengan letupan energi luar biasa, ada kalanya memiliki banyak ide yang saling tindih. Memang demikian pola pikirnya sebab mereka pun masih dalam tahap belajar.

Upaya memulihkan dugaan oligarki oleh sebagai orang, dapat ditepis dengan cara menunjukkan kualitas berpikir realistis demi merebut negeri sendiri. Konsep merebut negeri sendiri, kini banyak dipahami oleh banyak orang sebagai sebuh bentuk kesadaran bahwa Indonesia sedang dikuasai oleh warganya sendiri namun pola pikirnya ada yang tidak sesuai dengan negeri ini. Semangat kebersamaan dan gotong royong yang didengungkan oleh kaum muda di tahun 1928, masih sangat sesuai dengan kebutuhan negeri ini. Sepertinya belum ada acuan semangat kepemudaan lain yang bisa menggantikan Sumpah Pemuda.

Halaman:

Editor: Hasca

Sumber: PR FM


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x