Jaga Propagandamu dengan Hati-hati: Menghindari Potensi Dampak Negatif yang Tak Terduga

- 29 Mei 2023, 09:13 WIB
Jaga Propagandamu dengan Hati-hati Menghindari Potensi Dampak Negatif yang Tak Terduga
Jaga Propagandamu dengan Hati-hati Menghindari Potensi Dampak Negatif yang Tak Terduga /pixabay/Hascaryo Pramudibyanto

GianyarBali.com - Ketika PDI-P sudah menetapkan Ganjar sebagai Capres 2024, jelaga poilitik Indonesia mulai makin banyak riaknya. Manuver politik hampir tiap hari bisa kita saksikan dengan berbagai model. Ada saja cara yang dilakukan oleh capres untuk memastikan bahwa dirinya adalah calon paling siap dipilih.

Mereka seakan tak menggubris keinginan publik yang menginginkan segera diumumkannya calon wakil presidennya. Semua diminta menunggu, sabar, dan ditenangkan dengan pernyataan: belum waktunya.

Dan memang benar bahwa saat ini adalah waktunya untuk mengulur waktu. Masing-masing capres dan partai pengusungnya menunggu ‘lawan’ yang akan memasangkan siapa pendamping capesnya.

Sementara, mereka yang berlagak sok layak dipilih jadi cawapres juga naik panggung. Lihat saja Cak Imin dan AHY yang rajin sekali ke sana ke mari menjajakan pernyataan, tanpa rencana program kerja lima tahun ke depan. Pertanyaannya, jika memang siap dipasangkan, kenapa harus menunggu waktu untuk menyampaikan program kerjanya? Haruskah program kerja itu akan disampaikan jika memang sudah ditetapkan sebagai cawapres?

Padahal, untuk menarik minat partai pengusung capres – agar bisa menjodohkannya dengan capres terpilih – salah satu kriterianya adalah punya program kerja yang jelas. Apapun itu, entah mau berpihak ke rakyat, merencanakan perubahan, menginginkan perbaikan, jika tidak disampaikan secara gamblang, lantas bagaimana caranya pihak lainb akan tertarik?

Baca Juga: Peringati Hari Anak Balita Nasional, YAICI Ingatkan Kelompok Balita juga Rentan Kekurangan Gizi

Jika hanya menyerang petahana dengan cara membandingkan hasil kerja era dulu, merasa didzalimi, orientasi keberpihakan, tajam sana tumpul sini maka bisa diklasifikasikan bahwa hal ini bukanlah program kerja. Cara semacam ini biasa disebut sebagai propaganda. Propaganda dampaknya memang besar, namun jika dikemas dengan pesan yang keliru maka akan menjadi bumerang yang berbalik mengahantam pemilik propaganda dengan sangat keras.

Dari sisi konteks komunikasi politik, niat propaganda adalah untuk memperkuat persepsi publik melalui pesan persuasif. Cara ini tidak keliru, dan boleh-boleh saja dilakukan oleh siapa punb. Akan tetapi jika materinya hanya sebatas membandingkan keberhasilan program kerja sebelumnya, apakah publik lantas akan dengan mudah percaya begitu saja? Tentu tidak demikian adanya.

Halaman:

Editor: Muhammad Abdul Rosid

Sumber: Hascaryo, Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x