Khutbah Idul Adha: Mewujudkan Generasi Penerus Sholeh dan Sholehah dalam Bingkai Ketaqwaan dan Pengorbanan

- 3 Juni 2023, 18:17 WIB
Khutbah Idul Adha: Mewujudkan Generasi Penerus Sholeh dan Sholehah dalam Bingkai Ketaqwaan dan Pengorbanan
Khutbah Idul Adha: Mewujudkan Generasi Penerus Sholeh dan Sholehah dalam Bingkai Ketaqwaan dan Pengorbanan /pexels.com

Islam –seperti diperlihatkan Nabi Ibrahim—mentrandensikan jalan menuju Tuhan sebagai jalan kebahagiaan dan jalan menuju akhirat. Islam memberikan dimensi moral spritual agar aktivitas manusia memiliki tujuan yang lebih bermakna, bukan hanya sekedar mobilitas fisik tanpa tujuan yang bersifat ilahi. Pertanyaan Allah pada Nabi Ibrahim adalah pertanyaan moral yang penuh makna: Hendak dibawa kemana harta kita? Hendak dibawa mobil kita? Hendak dibawa kemana jabatan kita? Hendak dibawa kemana pangkat kita? Hendak dibawa kemana ilmu kita? Hendak dibawa kemana tubuh kita?

Di tengah hiruk pikuk manusia dengan berbagai aktivitasnya, maka menjadi penting untuk menanyakan kembali pertanyaan Ibrahim AS. Karena bisa jadi, yang primer bagi manusia secara faktual dewasa ini adalah avoiding the pain, menghindari apapun yang menyakitkan. Lalu juga looking for the pleasure, mengejar apapun yang dirasakan menyenangkan. Sehingga yang muncul hanyalah kehidupan materi duniawi belaka.

Sebagaimana dikatakan oleh Prof Komarudin Hidayat, bahwa salah satu dimensi dan misi manusia sebagai moral being adalah menegakkan nilai-nilai moral dalam kehidupannya di manapun berada. Moral being ini harus diwujudkan dalam ruang-ruang kantor, di kamar rumah, di masjid, di restoran, di warung kopi dan sebagainya. Tujuan hidup kita, lagi-lagi seperti teladan Nabi Ibrahim, adalah harus tertuju pada Allah. Tuhan semesta alam. Inna shalati wa nusuki wamahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin. Sesungguhnya sholatku, matiku, hidupku adalah untuk Allah. Setiap sholat, kita sudah seringkali mengikrarkan dalam lisan kita.

Ma’asyiral Muslimin as’adakumullah,

Pelajaran berharga lainnya yang kita bisa teladani dari Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah bahwa tujuan tertinggi manusia adalah seperti doa Nabi Ibrahim. Rabbi hab li minasshalihin. Ya Allah berilah kami anak-anak yang soleh. Nabi Ibrahim meminta anak yang soleh. Bukan anak yang pintar. Bukan anak yang kaya raya. Bukan anak yang punya jabatan luar biasa. Bukan anak yang punya pangkat setinggi langit. Karena apalah arti anak kaya, anak berpangkat dan jabatan, anak yang pintar tapi mereka tidak soleh. Karena itu, kata kuncinya adalah “anak soleh”.

Untuk mewujudkan anak yang soleh, tentu bukan hal yang mudah. Pertama: keluarga adalah hal utama dan pertama dalam mewujudkan anak soleh. Jangan remehkan peran keluarga. Anak yang soleh dan solehah, pasti tidak luput dalam pendidikan keluarga sejak dini seperti dilakukan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Keduanya berjibaku membentuk karakter Ismail sedemikian rupa. Mereka mengajarkan pendidikan agama pada Ismail sejak dini. Ini sama dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam mendidik anak-anak muslim: “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahlu baitnya dan membaca al-Qur’an”. (HR. Tabrani).

Dan Nabi juga bersabda:

علموا اولادكم فانهم مخلوقون في زمان غير زمانكم

“Didiklah anak-anakmu karena mereka hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu.”

Ma’asyiral Muslimin as’adakumullah,

Halaman:

Editor: Muhammad Abdul Rosid


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x