Sadar Akan Bahayanya, Balita di Banten Masih Terbiasa Diberi Kental Manis

- 29 Mei 2023, 09:21 WIB
Sadar Akan Bahayanya, Balita di Banten Masih Terbiasa Diberi Kental Manis
Sadar Akan Bahayanya, Balita di Banten Masih Terbiasa Diberi Kental Manis /Sabila Arianti

“Pada umumnya, yang kami temukan di sini relatif seragam, bayi dan balita mengkonsumsi makanan yang seharusnya bukan untuk balita seperti susunya pakai kental manis, snack dan makanan ringan bahkan gorengan,” ungkap Yuli. Kesalahan konsumsi makanan dan minuman oleh anak, balita dan bayi tersebut tentu mempengaruhi tumbuh kembang mereka.

Jumsinah (40 th), warga Rangkasbitung misalnya. Berat badan anaknya yang berusia 1,5 tahun saat ini hanya 5 kg. Sang anak juga menderita flek paru. Sang ibu mengakui asupan sehari-harinya adalah gorengan. Tak berbeda jauh dengan Jumsinah, Irawati (29 th) mengakui ketiga anaknya minum kental manis sejak usia belum genap 1 tahun. Ia sendiri mengetahui kental manis bukan susu untuk anak. Namun karena sudah terbiasa, Jumsinah enggan mengganti susu anaknya.

“Tau sih, ga boleh buat anak. Tapi kan dulu kita nontonnya TV, di TV katanya itu (kental manis *red) buat susu anak ya, ya udah biarin aja,” ujar ibu rumah tangga ini pasrah.

Baca Juga: Khofifah Indar Parawansa: Atasi Stunting, Perlu Edukasi Gizi Secara Masif

Edukasi Susu untuk Masyarakat Diperlukan

Bagi beberapa Ibu, tidak memberikan susu untuk anaknya adalah sesuatu yang membuatnya malu. Sehingga Ibu terpaksa memberikan kental manis yang murah dan lumrah di lingkungan masyarakat. Ibu merasa anaknya sehat-sehat saja, faktanya tubuhnya kurus dan kulit gatal-gatal. Di Kecamatan Cisata, Sumiyati memberikan kental manis untuk anaknya Nadhifa (3) sejak usia 1,6 tahun atau sejak lepas ASI.

Anak dari Meliyana berusia 3 tahun, setiap 1,5 jam selalu minta dibuatkan kental manis, rasa coklat. Tubuhnya tampak lebih berisi dari teman-teman sebayanya. Meliyana juga merasa khawatir, pasalnya di lingkungannya pernah terjadi anak usia TK menderita diabetes karena konsumsi minuman berpemanis dan dirawat di Rumah Sakit.

Beralih di Kecamatan Labuan, Bu Novi Damayanti, 1 Bulan habiskan 4 Kaleng SKM Gold untuk anaknya. Awalnya tidak mengakui bahwa ia memberikan kental manis hingga Tim YAICI berbicara melakukan pendekatan akhirnya ia mengakuinya.

Selain kurangnya edukasi, pernikahan dini menjadi salah satu faktor minimnya penerapan literasi gizi pada anak. Putri (19) menikah dari usia 16 tahun. Memiliki anak, Aulia (2) sudah mengkonsumsi kental manis sejak usia 1 tahun, ia diberikan kental manis karena saran dari saudara.

Dalam hal garda terdepan kesehatan masyarakat Ibu dan anak berada di tangan kader posyandu yang harus memiliki pengetahuan kesehatan keluarga. Edukasi kepada kader posyandu akan berdampak pada kesehatan ibu dan anak di lingkungannya. YAICI mendukung program pemerintah dalam merevitalisasi Posyandu demi tujuan baik untuk kesehatan masyarakat Indonesia. Kader menjadi harapan bagi masyarakat.***

Halaman:

Editor: Muhammad Abdul Rosid

Sumber: Sabila Reformasita Arianti


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x