GianyarBali.com - Sejak dosen diminta menyusun laporan pada aplikasi Sister, banyak yang mulai tidak melirik profesi dosen. Repot banget, kata mereka. Segala sesuatu harus dilaporkan secara detail. Harus ada buktinya juga. Mending nggak jadi dosen, tapi tetap bisa kerja dan dapat duit.
Oke deh, baiklah jika itu maumu. Kami yang sudah ‘terlanjur’ jadi dosen, biarlah meneruskan perjuangan kami, yang utamanya adalah ikut-ikutan memintarkan anak bangsa. Klaim bahwa yang bisa memintarkan anak bangsa bukan hanya guru dan dosen, kami pun menerima dengan senang hati.
Yang kami inginkan bukan pengakuan, tapi bukti bahwa mahasiswa kami ada gunanya. Lulus, dapat pekerjaan, dan bisa berguna di masyarakat, itu sudah memuaskan kami. Tak perlu lagi menyanjung atau memberi apresiasi yang – maaf, kadang – malah tidak ada artinya.
Baca Juga: Membongkar Kemampuan Digital Dasar Pekerja Indonesia
Belum lagi jika sanjungan atau apresiasi tadi diwujudkan dalam bentuk seremoni. Pasti ada biayanya, dan unsurnya lebih ke subjektif.
Biarkan kami seperti ini, dengan mainan kesukaan kami. Jangan salah paham dulu tentang konteks mainan. Sebentar ya, biar saya jelaskan dulu. Di institusi perguruan tinggi, ada kewajiban dosen yang harus dimasukkan ke aplikasi Sister tadi yang namanya Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Butirannya ada pendidikan, pengajaran, penelitian dan publikasi, pengabdian kepada masyarakat, serta unsur penunjang.
Banyaknya ranah Tri Dharma tadi menyebabkan sebagian orang pusing jika harus memikirkannya. Jangan cuma dipikir, tapi dikerjakan saja pasti selesai. Jika dibiarkan, juga bisa selesai dengan hasil nol alias tidak punya karya apapun.