Ironi Pemenuhan Gizi Anak di Ibukota: Problem Gizi dan Kesehatan Anak Masih Terus Bermunculan

14 Juni 2023, 09:15 WIB
Ironi Pemenuhan Gizi Anak di Ibukota Problem Gizi dan Kesehatan Anak Masih Terus Bermunculan /Sabila Arianti

GianyarBali.com - Sebagai kota Ibukota dan berada dekat dengan pusat pemerintahan yaitu Jakarta, seharusnya menjadi contoh keberhasilan peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat. Namun kenyataannya, gizi buruk masih menjadi hantu yang membayangi sebagian balita di Ibukota.

Prevalensi stunting di ibukota berdasarkan SSGI 2022, masih berada di kisaran 14,8%. Sebagaimana diketahui, stunting sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan penduduk.

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta melaporkan pada September 2022, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta berada pada angka 502.040 jiwa. Jumlah peduduk miskin berkurang sebanyak 7,11 ribu jiwa atau 1,44% selama periode Maret-September 2022.

Meski terjadi penurunan tingkat kemiskinan, kenyataannya problem gizi dan kesehatan anak masih terus bermunculan.

Karena itu, bila dirunut dari kasus-kasus stunting dan kesehatan anak khususnya yang di alami oleh masyarakat di wilayah marjinal dan padat penduduk, sebagian besar faktor penyebabnya adalah ketidak tahuan orang tua tentang asupan gizi untuk anak serta gaya hidup dan kebiasaan makan keluarga yang keliru.

Baca Juga: Peringati Hari Anak Balita Nasional, YAICI Ingatkan Kelompok Balita juga Rentan Kekurangan Gizi

Yuli Supriati, Ketua Bidang Advokasi YAICI menuturkan selama balita kenyang dan tidak rewel bagi sebagian orang tua dianggap sudah cukup. “Masih lumrah di masyarakat kita anggapan anak sehat itu adalah anak sudah makan, kenyang, tidak rewel.

Sementara yang memperhatikan apakah anak sudah mendapat protein hewani yang cukup, vitamin dan kalsium dan zat-zat gizi lainnya masih jarang,” jelas Yuli saat di temui di Posyandu di Kali Angke, Jakarta Barat.

Yuli yang saat itu sedang mendampingi kader Aisyiyah yang melakukan survey tentang asupan gizi balita menuturkan pada umumnya, orang tua melakukan praktik pengasuhan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang juga dilakukan orang tuanya di masa lalu.

“Rata-rata yang kami temui adalah pengasuhan anak itu diturunkan. Jadi ibu-ibu muda saat ini, melakukan pengasuhan anak bedasarkan apa yang dilakukan orang tuanya dulu. Jadi, meskipun mereka rajin ke Posyandu, di edukasi oleh kader tentang apa yang baik dan tidak baik untuk anak, tai begitu kembali ke rumah, pengetahuan tersebut di abaikan,” bebera Yuli.

Baca Juga: Lewat-Fun Edukasi Komunitas Ibu Keren Beri Pemahaman Soal Asupan Gizi Untuk-Anak

Diantara temuan-temuan kebiasaan yang salah yang masih dilakukan orang tua dalam praktik pengasuhan anak adalah kebiasaan kosumsi susu. “Kita tahu susu baik untuk anak karena mengandung protein hewani yang dibutuhkan oleh anak.

Tapi masih banyak yang tidak paham mengenai ini, jadi masyarakat hanya beranggapan minum susu itu penting, tapi tidak paham. Akibatnya, masih banyak yang memberikan anaknya kental manis, yang penting anaknya minum susu,” jelas Yuli.

Vina (28 tahun) salah satu ibu muda yang di temui Yuli mengaku anaknya yang berusia 1 tahun 9 bulan ini baru saja keluar dari ruang perawatan intensif (NICU) di rumah sakit. Ia mengaku baru saja dimarahi dokter di rumah sakit karena memberikan kental manis untuk minuman susu anaknya.

“Ini baru pulang dari rumah sakit. Badannya lemas dan berat badannya terus menurun. Pas dokter tanya anak saya minum susunya apa, saya jawab dikasih kental manis. Habis itu saya langsung dimarahi,” ujar Vina.

Tak berbeda jauh dengan Vina, Syifa (32 tahun) pun anaknya memiliki kondisi yang serupa. Anaknya yang berusia 1 tahun 7 bulan saat ini sulit berjalan. Di awal wawancara, Syifa tidak mengakui anaknya diberi kental manis. Namun dalam perbicangan lebih lanjut, Syifa mengakui anakya sehari-hari mengkonsumsi kental manis. “Kan di iklan-iklan katanya susu,” jelas Syifa.

Baca Juga: Khofifah Indar Parawansa: Atasi Stunting, Perlu Edukasi Gizi Secara Masif

Kasi Kesra Kelurahan Kedaung Kali Angke, Zakir mengatakan keprihatinannya dengan kasus-kasus gizi buruk yang dialami banyak balita di daerahnya. “Di awal saya ditugaskan di sini, sekitar 2 tahun lalu, itu banyak saya lihat balita-balita yang kurang gizi yang orang tuanya sendiri nggak paham.

Karena selama ini mereka melihat anaknya makan, tapi begitu ditanya makannya apa ternyata jajanan-jajanan yang nggak bergizi sama sekali, ya itu tadi, kita ngasuh anak mengikuti bagaimana orang tua dulu mengasuh kita, termasuk pemberian kental manis, dulu iklannya susu, sekarang sudah tidak ada iklannya tapi masih diberikan untuk anak,” jelas Zakir.

Karena itu, guna mengatasi permasalahan gizi buruk dans tunting, ia bersama jajarannya melakukan berbagai upaya agar masyarakat lebih sadar bahaya gizi buruk. “Yang paling efektif adalah kita optimalkan posyandu.

Agar masyarakatnya pintar kader Posyandunya juga harus pintar, jadi kita fokus dulu ke pembenahan Posyandu dan pembekalan kader,” jelas Zakir.***

Editor: Muhammad Abdul Rosid

Sumber: Sabila Reformasita Arianti

Tags

Terkini

Terpopuler