Wajib Tapi Haram: Erotisme Dalam Tirakat

- 31 Agustus 2022, 10:33 WIB
Wajib Tapi Haram Erotisme Dalam Tirakat
Wajib Tapi Haram Erotisme Dalam Tirakat /pixabay

GianyarBali.com - Setiap orang selalu dikeliling oleh sensasi. Kita diberi perasaan, memiliki kepekaan, dan mampu merasakan sesuatu dengan indera, maka bisa dipastikan bahwa kita punya sensasi. Sensasi menjadi awal ketika kita menerima sebuah stimulus. Oleh karena kita memiliki indera, maka indera inilah yang kemudian mengirimkan rangsangan berupa pesan, sehingga memunculkan sebuah sensasi.

Kejadiannya sangat cepat, bahkan bisa juga tak terduga. Yang tak terduga inilah biasa kita menyebutnya sebagai sebuah tindakan refleks. Tindakan refleks ada yang terkontrol, dan ada juga yang tak terkontrol. Yang tak terkontrol kita kadang menyebutnya sesuatu yang tak disengaja.

Sekarang, kita bayangkan tindakan kita beberapa minggu lalu, ketkika kita akan memperingati HUT negara kita. Di mana tempatnya, perrumahan elit maupun perkampungan kumuh, ada kegiatan bertajuk tirakatan. Memang tidak semua memperingati itu dengan tirakatan. Secara harfiah, tirakat bermakna menahan hawa nafsu atau mengasingkan diri ke tempat yang sunyi. Tujuannya adalah untuk mengasah dan meningkatkan kepekaan diri terhadap suatu fenomena, peristiwa, atau refleksi diri. Komtemplasi, begitu kadang sebagian orang menyebutnya. Dengan bertirakat, seseorang diharapkan dapat mengendalikan diri, memperoleh hidayah, dan menemukan jatidirinya.

Baca Juga: Opini: Menafikan Janji Suci Partai Impian, Kita Doakan Pemilu 2024 Banyak Keberkahan Disegala Bidang

Jujur saja, jika Anda mengikuti kegiatan tirakatan di lingkungan perumahan, apa saja yang Anda lakukan dan ikuti? Yang jelas, pertama adalah iuran warga. Iuran untuk menyediakan konsumsi, sewa tenda, perabot kursi meja, hiburan, dan biaya tak terduga. Mungkin per Kk dibebani iuran sekitar 100 ribuan, atau kurang, atau mungkin saja lebih besar bergantung jenis hiburan yang akan dipertontonkan.

Bagi yang sanggup membayar dan memang suka kegiatan gebyar semacam ini, akan mengeluarkan dana dengan mudah. Bahkan bisa lebih karena artis yang diundang, sesuai dengan seleranya. Untuk yang kebetulan sedang mepet dananya, akan melakukan bargaining agar bisa membayar dengan cara dicicil. Tidak apa-apa sebenarnya jika dicicil, toh ini bukan sesuatu yang wajib. Tirakatan bukanlah sesuatu yang wajib.

Tidak wajib? Ternyata saya salah menyebut itu. Yang benar adalah wajib sebab ada edaran resmi dari aparat desa setempat. Alasannya untuk menyambut HUT RI, warga seyogianya menyelenggarakan tirakatan. Kata seyogianya, bisa diartikan sebagai wajib – bagi mereka yang suka tampil dan unjuk diri di kampung. Bagi yang tak suka acara ramai-ramai begini, biasanya kehadirannya hak karena sebuah keterpaksaan.

Alasan yang bisa saya ajukan mengenai konteks keterpaksaan adalah karena mereka sebenarnya memahami dan menyaksikan sendiri bahwa kegiatan tirakatann tak ubahnya sebuah pesat belaka. Silakan mau jujur atau tidak, bahwa dalam kegiatan tirakatan itu tak ada ungkapan ekspresif atas sebuah perjuangan berat. Kalau pun ada pidato atau sambutan, paling juga mengajak warga untuk doa bersama. Doanya pun disampaikan oleh orang yang dituakan, diamini warga, meskipun tidak dipahami artinya.

Baca Juga: Para Delegasi DEWG G20 Disambut dengan Tarian Sri Puspa Agung Sebagai Tarian Penyambutan Tamu Agung

Halaman:

Editor: Muhammad Abdul Rosid

Sumber: Hascaryo Pramudibyanto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah