Wajah Baru Dakwah di Era Digital: Perjalanan Manusia Menuju Ke Arah Serba Digital Pun Terasa Secepat Kilat

- 1 Maret 2023, 20:06 WIB
Ilustrasi : Wajah Baru Dakwah di Era Digital: Perjalanan Manusia Menuju Ke Arah Serba Digital Pun Terasa Secepat Kilat
Ilustrasi : Wajah Baru Dakwah di Era Digital: Perjalanan Manusia Menuju Ke Arah Serba Digital Pun Terasa Secepat Kilat /Ilustrasi/Freepik/Jcomp/Mutiara Ananda Hiday

GianyarBali.com - Waktu silih berganti. Zaman ke zaman terus berjalan begitu cepat. Pengetahuan dan sains modern kini berhasil melahirkan kecanggihan teknologi yang terus menerus berkembang dengan pesat.

 Perjalanan manusia menuju ke arah serba digital pun terasa secepat kilat. Detik ini, nyaris seluruh aktivitas dan pekerjaan manusia telah bergantung pada alat-alat praktis dengan teknologi yang canggih, cermat dan akurat.

Sains dan teknologi menggiring umat manusia bertransformasi menuju era yang betul-betul baru. Era Baru yang penuh inovasi dengan segala model lika-liku kehidupannya yang sama sekali tak pernah terbayangkan dan tak pernah terbesit sedikit pun di pikiran umat manusia pada era-era sebelumnya. Kini dunia telah mengenal teknologi digital berbasis internet yang membuat nyaris seluruh aktivitas para penghuninya tak terbataskan oleh ruang dan waktu.

Dahulu kala, berkomunikasi antar dua orang yang berjauhan lokasi masih manual dengan cara surat-menyurat yang bisa memakan waktu berbulan-bulan. Kini saling berbincang dengan orang berbeda negara bahkan antar benua sekalipun bisa terjadi di detik yang sama. Dulu pertemuan di sebuah majelis mengharuskan fisik saling bertemu di satu dimensi tempat dan waktu. Kini pertemuan daring melalui teknologi berbasis internet bisa berkoneksi di waktu yang sama, tanpa perlu memandang keberadaan fisik dimana.

Baca Juga: Inilah Dasar dalam Al Qur'an Zakat Hasil Pertanian dan Perkebuman Serta Tanaman yang Diwajibkan untuk Dizakati

Sebagai agama yang komprehensif, ajaran Islam bersifat menyeluruh dan menyentuh segala lini kehidupan manusia. Islam juga agama yang selalu relevan. Ajaran dan syariatnya selalu mampu menjawab problematika kontemporer dan mampu berjalan beriringan dengan ilmu pengetahuan dan sains modern. Tak dipungkiri, teknologi berhasil mengubah gaya hidup dan model aktivitas umat manusia. Maka tak ayal, dakwah yang menjadi urgensi agama pun ikut berkembang mengikuti gaya, model, dan cara yang berlaku pada eranya.

Antara Dakwah dan Taklim

Secara bahasa, dakwah berarti mengajak pada kebaikan. Dakwah memiliki cakupan dan ranah yang sangat luas. Setiap orang Islam wajib hukumnya untuk berdakwah dan mengajak sesama manusia pada hal yang maslahat. Arti kebaikan pun begitu luas. Mengajak shalat, mengajak membaca Alquran, menyuruh anak sekolah, menyuruh istri menutup aurat, melarang orang bermaksiat, menegur orang yang berbuat salah, dan semacamnya, semua itu masuk kategori dakwah.

Berbeda dengan dakwah, taklim memiliki arti: mengajar sebuah pengetahuan. Dalam hal ini ilmu agama. Tidak semua muslim wajib mengajar. Taklim yang juga memiliki arti menjelaskan masalah tertentu sesuai kaidah ilmu, hanya boleh untuk mereka yang berilmu dan mempunyai kompetensi dalam bidang yang diajarkannya. Bentuk mengajar disini adalah semisal memberi penjelasan konsep hukum Islam tentang suatu permasalahan, memberi tafsiran pada Alquran dan hadis, mengurai perbedaan antar ulama, atau semacamnya.

Orang bodoh dan tak punya kompetensi, tidak boleh mengajar, sebab ada potensi menyesatkan akibat pemahamannya yang dangkal. Oleh karenanya, taklim dibatasi untuk ranah dan kalangan yang memenuhi kriteria tertentu. Orang baru hijrah, muallaf, pelajar pemula, dan orang awam tidak boleh langsung terjun ke dunia taklim. Tugas mereka adalah menyimak dan belajar. Namun meski demikian, mereka tetap punya kewajiban berdakwah dengan arti mengajak kebaikan, setidaknya pada lingkungan terdekatnya.

Baca Juga: Zakat Mal untuk Perdagangan, Perusahaan dan Perniagaan, Meliputi Dasarnya, Cara Menghitung dan Berapa Nisabnya

Urgensi Dakwah Tak Pandang Profesi

 Dakwah memiliki arti yang lebih luas dibanding taklim. Mengajar adalah suatu hal kebaikan. Namun mengajak pada kebaikan tidak hanya terbatas pada mengajar. Semua manusia apapun profesinya wajib mengajak sesama untuk melakukan hal kebaikan dan menjauhi keburukan. Tentu dengan cara apapun yang mereka bisa, asalkan masuk kategori baik dan tak menyalahi aturan syariat.

Seorang tukang becak bisa berdakwah dengan mengajak kawannya untuk shalat lima waktu. Seorang sutradara dan artis bisa berdakwah dengan karya film yang bermanfaat dan berfaedah. Seorang wakil rakyat bisa berdakwah dengan melegalkan undang-undang positif di majelis parlemen. Seorang pejabat bisa berdakwah dengan cara membuat kebijakan yang maslahat pada rakyat. Dakwah tak memandang profesi, tidak pula memandang tingkat pendidikan dan kualitas keilmuan.

Meski orang awam tak boleh mengajar perihal agama, namun sebagian ulama sengaja menuliskan kitab yang boleh dibaca dan dibacakan oleh orang yang bahkan tak memiliki kompetensi dalam bidang agama. Kitab tersebut semisal kitab fadhoilul a'mal karya Syekh Zakariya al-Kandahlawi yang berisi keutamaan-keutamaan amal ibadah, dan kitab hayatus sohabah karya  Syekh Yusuf al-Kandahlawi yang berisi tentang inspirasi hidup dari kisah para sahabat Nabi. Dua kitab ini sudah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa, dan bagus dibaca orang awam untuk dirinya sendiri, atau dibacakan untuk khalayak umum, dengan tujuan berdakwah dan memotivasi orang sekitarnya agar tergugah dan semangat dalam menghidupkan agama.

Dakwah Era Digital

Era digital dengan kemajuan sains dan kecanggihan teknologinya telah benar-benar mengubah wajah dunia. Ia mampu mengubah hal yang sukar dan melelahkan menjadi hal yang simpel dan memudahkan. Tukar menukar informasi saat ini sudah seperti berbincang langsung tatap muka, jauh lebih mudah diakses dan lebih cepat tersampaikan, meski sumber informasi berada di ujung dunia, dan pengaksesnya berada di ujung lainnya.

Dulu, berdakwah adalah kegiatan yang cukup berat dan butuh tenaga ekstra. Untuk menyampaikan sebuah nasehat dan motivasi ibadah kepada puluhan orang, perlu mengetuk pintu dari rumah ke rumah. Menulis buku perlu kertas, pena dan tinta, lalu menyalin dan menerbitkannya secara manual dengan tulisan tangan pula.

Kini alat-alat canggih telah lahir buah dari kemajuan teknologi. Media penyampaian informasi banyak beralih pada media internet. Menulis artikel maupun buku bisa memakai gadget dalam genggaman tangan. Mengeditnya mudah, menyalinnya mudah, membagikannya di media sosial juga mudah. Untuk menerbitkannya dalam bentuk buku pun ada alat percetakan canggih dan tak perlu susah payah. Tulisan faedah sekarang mudah tersampaikan pada ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang. Dakwah di era digital ini semakin mudah tersampaikan pada ponsel mungil seseorang yang berada di dalam rumah, tanpa perlu mengetuk pintunya.

Baca Juga: Zakat Fitrah 1444 H: Pengertian, Hikmah dan Juga Dalil yang Mewajibkan Melaksanakan Zakat Fitrah

Pahala Berdakwah di Era Digital

Salah satu di antara banyak keistimewaan umat Nabi Muhammad Saw adalah tidak ada satu pun kebaikan yang diganjar dengan pahala satu kebaikan saja. Pahala kebaikan selalu dilipatgandakan. Man jaa bil hasanati falahu asyru amtsaliha, siapa yang melakukan satu kebaikan, maka baginya –minimal- 10 kali lipat pahalanya. Di ayat lain dijelaskan, bahwa infaq di jalan Allah pahalanya digandakan hingga 700 kali lipat. Dalam hadis, puasa yang murni karena Allah, pahalanya dikalilipatkan dengan hitungan yang hanya Allah yang tahu.

Itu jika yang dilakukan hanya satu kebaikan, dan dia sendiri pelakunya. Namun jika dia tidak hanya melakukannya sendiri, dan mengajak orang lain, maka baginya pahala semua orang yang melakukannya, tanpa mengurangi pahala masing-masing dari mereka. Rasulullah Saw bersabda: Man dalla ala khairin kafa'ilihi, siapa yang menunjukkan hal kebaikan, maka dia seperti orang yang telah melakukannya.

Kategori 'kebaikan' pun juga tidak terbatas pada kebaikan itu sendiri. Semua perantara yang bisa mewujudkan suatu kebaikan juga masuk kategori kebaikan. Kaidah fiqih berkata: Lil wasail hukmul maqasid, bahwa perantara memiliki hukum yang sama seperti tujuannya. Shalat adalah kebaikan. Maka jalan kaki menuju shalat setiap langkahnya dihitung pahala kebaikan shalat. Mengajak shalat adalah kebaikan. Semua proses dan usaha untuk mengajak orang lain shalat juga mendapatkan pahala kebaikan shalat.

Maka sungguh tak terbayangkan bagaimana pahala semisal pembuat konten dakwah di era digital ini. Orang yang membagikannya mendapatkan pahala seperti pembuat kontennya. Pembuat konten mendapatkan pahala seperti narasumbernya. Dan pahala itu akan terus dikalilipatkan sebanyak jumlah orang yang menyaksikannya. Andai ada satu saja orang yang mendapatkan faedah dari apa yang ada di konten tersebut, lalu ia berubah menjadi orang yang istiqamah dan komitmen, maka semua perbuatan baik yang ia lakukan pahalanya akan dicopy-pastekan kepada sang narasumber, pembuat konten dan juga orang yang membagikannya, tanpa mengurangi pahala masing-masing dari mereka. Terus dan terus dilipatgandakan selama hal kebaikan itu terus mengalir manfaatnya.

Epilog

Semua hal saat ini sudah serba mudah. Beraktivitas semakin mudah. Beramal ibadah mudah. Berdakwah mudah. Turut menyukseskan usaha dakwah orang lain juga amat mudah. Tinggal kembali pada diri masing-masing. Orang bebas memilih menggunakan jari tangannya berjam-jam untuk bermain game, dan menggunakan matanya sepanjang waktu untuk menonton film. Namun ia juga punya kebebasan untuk memilih menggunakan otot jari jempolnya untuk mengetik dan mengeklik suatu yang bermanfaat, lalu menge-share-nya ke khalayak umum.

Harus disadari, menjadi bagian dari umat Nabi Muhammad Saw dan hidup di era digital ini merupakan keberuntungan yang luar biasa. Mendapatkan pahala super besar dan berkali lipat sangatlah mudah dan gampang, bahkan bisa hanya bermodalkan jempol. Iya, hanya bermodalkan jempol. Satu klik pada tombol 'share' saja, ketika manfaatnya tersebar luas, maka berkat satu klik itu ia bisa mendapat segudang bahkan segunung ganjaran pahala, dan kemungkinan besar masih terus mengalir pahala jariyahnya.
Semua serba mudah. Menjadi pelopor kebaikan sangatlah mudah. Mendapat segunung pahala juga sangatlah mudah. Fabiayyi alai rabbikuma tukadzziban? Lantas nikmat mana lagi yang mau kau dustakan?.***

Editor: Mijil Sunoto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x