Sejarah dan Asal-Usul Weton Jawa, Pandangan Dalam Agama Islam

- 20 Juni 2023, 08:58 WIB
Simak urutan Weton Jawa dari terendah ke tertinggi menurut nasib baik karena pasaran paling bagus ini akan terkupas habis.
Simak urutan Weton Jawa dari terendah ke tertinggi menurut nasib baik karena pasaran paling bagus ini akan terkupas habis. /PIXABAY/sasint

Baca Juga: Spesial, Resep Rawon Khas Jawa Timur Salah Satu Menu Idul Adha yang Menggugah Selera Makan Bersama Keluarga

Karena sistem weton Jawa masih dipakai hingga saat ini, maka beberapa pakar sejarah masih berusaha untuk mempelajari asal usul sistem ini. Beberapa teori menyebutkan bahwa sistem ini berasal dari India kuno, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa sistem ini berasal dari bangsa Jawa sendiri.

Meskipun asal usul sistem ini masih menjadi misteri, namun yang jelas adalah bahwa sistem weton Jawa telah menjadi bagian integral dari budaya suku Jawa selama berabad-abad. Sistem ini masih dipakai hingga saat ini, dan diyakini akan terus dipakai di masa yang akan datang.

Sistem weton Jawa telah membantu orang Jawa untuk mengatur kehidupan mereka selama berabad-abad, dan akan terus membantu mereka di masa yang akan datang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), weton adalah hari lahir seseorang dengan pasarannya (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Hitungan weton didasarkan dari kalender Jawa. Dalam kalender Jawa terdiri 7 hari dan lima hari pasaran Jawa yang disebut pancawara.

Selain itu pandangan islam tentang hitungan weton, Tradisi Jawa/Kejawen sangat kental dengan perhitungan weton jodoh agar bisa melihat kecocokan pasangan yang akan ke jenjang yang lebih serius. Tradisi seperti ini merujuk pada hari kelahiran, karena istilah weton diambil dari bahasa Jawa wetu yang berarti keluar atau lahir. Namun bagaimana kaitannya antara weton dengan hukum ajaran islam, hukum islam terhadap larangan perkawinan boleh saja dilakukan asalkan tidak ada kaitannya dengan kemusyrikan, akan tetapi di dalam hukum islam menurut al-Qur’an dan hadist nabi Muhamad SAW beserta kaidah fiqihnya tidak mempermasalahkan larangan nikah karena weton, karena yang tidak boleh dinikahi tercantum dalam surat an-Nisa’ ayat 23.

“Diharamkan bagi kalian menikahi (1) ibu-ibu kalian; (2) anak-anak perempuan kalian; (3) saudara-saudara perempuan kalian; (4) bibi-bibi dari jalur ayah kalian; (5) bibi-bibi dari jalur ibu kalian; (6) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki kalian; (7) anak-anak perempuan dari saudara perempuan kalian; (8) ibu-ibu susuan kalian; (9) saudara-saudara perempuan kalian dari satu susuan; (10) ibu-ibu dari para istri kalian; (11) anak-anak tiri kalian yang dalam perawatan kalian dari para istri yang telah kalian setubuhi, bila kalian belum menyetubuhinya, maka tidak ada dosa bagi kalian untuk menikahi anak tiri kalian dari mereka; (12) para istri dari anak laki-laki kalian yang dari anak kandung kalian (bukan anak adopsi); dan (13) diharamkan bagi kalian mengumpulkan dua saudara perempuan dalam satu pernikahan; kecuali pernikahan terhadap para perempuan tersebut pada zaman Jahiliyah yang telah lewat. Sungguh Allah adalah Zat yang Maha Mengampuni dan Maha Pengasih”.

Wanita dilarang dinikahi karena sebab nasab, sebab rodho’ satu susuan, dan sebab mertua, selain itu boleh dinikahi serta di dalam kaidah fiqihnya tidak menjadi urf (adat). Pada dasarnya Islam sudah mengatur masalah pernikahan dengan sangat rinci, dan itu ditunjukkan dalam syarat serta ketentuan yang harus dipenuhi dalam sebuah perkawinan. Namun, seorang yang ingin melaksanakan perkawinan tetap menghadapi tantangan, bahkan bisa menyebabkan keadaan tersebut terancam apabila salah satu syarat dan rukun tidak memenuhi, yaitu tidak mendapatkan izin dari wali nikahnya, dengan alasan bahwa perhitungan weton Jawa antara pengantin tidak cocok yang berakibat dilarangnya perkawinan tersebut. Mistisisme kejawen dianggap berlawanan yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga, bahkan dapat membawa bencana di kemudian hari, hingga ketidakcocokan tersebut maka calon pengantin di larang menikah (Aj-jahrani, 2002).

Baca Juga: Nida Yaa Sayyiidi Ya Rosulallah Dalam Wahidiyah, Seperti apa Sejarah Dalam Perjuangan Kesadaran Kepada Allah

Namun untuk Anda yang masih memegang teguh tradisi larangan nikah karena weton dengan alasan sebagai sebuah warisan budaya tetapi dengan catatan tradisi tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka tradisi tersebut layak digunakan sebagai upaya mencari kemaslahatan dan menolak mudharat. Akan tetapi, jika tradisi tersebut hanya mitos karena takut mendapat sial, sebaiknya ditinggalkan atau dilarang karena mengacu pada hal-hal yang bersifat musyrik. Apabila terjadi segala sesuatu, jangan langsung dikaitkan dengan hal-hal mengenai mistis atau hal ghaib. Sebagai kehendak Allah, jodoh seseorang sudah dituliskan 50.000 tahun lalu, tepatnya sebelum manusia dilahirkan di bumi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

Halaman:

Editor: Muhammad Abdul Rosid

Sumber: @borobudurnews LPPI Universitas Muhamadiyah Purwokerto


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah